Article Detail

MEMAKNAI IMLEK DENGAN BIJAK

Sejak Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional, perayaannya memang tampak semakin meriah. Di berbagai daerah diadakan perayaan Tahun Baru Imlek sesuai  tradisi masyarakat Tionghoa yang diadaptasikan dengan tradisi setempat. Sebagai contoh perkantoran, mall, restoran, dan tempat tempat umum lainnya mendadak berubah menjadi ‘merah’ karena dihias dengan pernak pernik Imlek. Ada juga masyarakat Tionghoa yang mengadakan kenduri dalam rangka perayaan Tahun Baru Imlek dengan tetangga sekitarnya. Bungkus kendurinya warna merah yang didalamnya terdapat kue keranjang.

Bagi saya yang lahir dan dibesarkan di daerah Kelurahan Sudiroprajan ( china town = kawasan pecinan ) Kota Solo, merasakan sekali perayaan Tahun Baru Imlek semakin meriah. Penampilan Barongsai keliling kampung mempertunjukkan ketrampilan gerak sesuai iringan musik serta kelihaian saat mengambil angpao didepan rumah, yang biasanya diletakkan di tempat paling tinggi. Setelah dapat terjangkau pemain barongsai akan memberi hormat kepada pemilik rumah. Rumah-rumah memasang lampu lampion yang terbuat dari botol plastik air mineral yang dilapisi kertas warna merah. Pembuatan lampu lampion dikoordinasi para karang taruna sebagai wujud toleransi budaya secara sederhana tapi nyata. Saat malam menjelang nuansa Imlek dengan warna merah sangat jelas terlihat.

Ada tiga hal yang selalu saya ingat dari perayaan Tahun Baru Imlek adalah tee-pai, kue keranjang dan angpao. Tee-pai oleh masyarakat Jawa sering kali mengucapnya dengan meyebut dengan pai-pai. Perlu diketahui bukan hanya orang Jawa saja yang melakukan adat sungkem, orang Tiong Hoa juga demikian yang disebut tee-pai.  Cara soja yang benar berdasarkan pedoman “YANG” memeluk “YIN”. Tangan kanan dikepal kemudian tangan kiri menutupi tangan kanan. Jari jempol berdiri lurus, dan menempel keduanya. Yang menarik adalah macam soja atau tee-pai. Soja kepada yang lebih tua sejajar mulut; soja kepada yang seumuran sejajar dada; soja kepada yang lebih muda sejajar perut makna dapat yang dihayati dalam tradisi ini bahwa diferensiasi sosial berdasarkan umur sangat diakui dan dihormati. Menghormati orang tua dan lebih luas diartikan orang yang umurnya lebih tua merupakan suatu nilai yang harus ditanamkan kepada generasi muda sekarang. Dengan begitu akan terbentuk karakter bahwa menghormati orang tua merupakan suatu kewajiban bagi anak-anak sampai kapanpun. Bila tradisi ini dilakukan dengan sungguh-sungguh dan benar akan melatih anak-anak mengembangkan kecerdasan interpersonal dari teori kecerdasan majemuk ( Multiple Intelligences) menurut Howard Gardner. Kecerdasan interpersonal sangat berkaitan dengan kehidupan sosial seperti pertemanan ( persahabatan ), sosialisasi dengan orang lain dan bekerja sama dengan orang lain atau bekerja secara berkelompok. Soja kepada para dewa sejajar mata; soja kepada Tuhan di atas kepala. Suatu tradisi yang baik bahwa seluruh kehidupan ini diatur oleh Tuhan. Maka sudah sewajarnya bila kita memberi penghormatan tertinggi bagiNya. Langkah nyata yang dilakukan dengan mentaati seluruh ajaranNya dan menjauhi semua laranganNya.

Kue keranjang ( nian gao ) adalah makanan yang berkaitan erat dengan hari Tahun Baru Imlek. Kata “kue” atau gao memberikan makna yang sama dengan kata dan arti “tinggi”, sedangkan kata nian berarti “tahun” jadi secara simbolis diharapkan jabatan maupun kemakmuran semakin tahun dapat naik semakin tinggi. Oleh sebab itu di kelenteng banyak kueh keranjang yang dijadikan sesajen disusun secara bertingkat. Hal ini juga tampak terlihat pada acara budaya saat diadakanya ”Grebek Sudiro” yaitu berupa gunungan yang tersusun dari banyak kue keranjang dengan berbagai ukuran.

Makna yang dalam justru dari bentuknya yang bulat agar keluarga dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang. Di mulai dari keluarga sebagai komunitas sosial terkecil persatuan dan kerukunan kita wujudkan sebagai pondasi dari kebhinnekaan masyarakat kita yang lebih majemuk dan plural. Memang simbol-simbol budaya kecil peranannya dalam mewujudkan kebhinnekaan yang rukun dan damai. Namun bila dari yang kecil kita selalu memupuk dan mensosialisasikan kerukunan maka harapan besarnya tidak terjadi friksi-friksi sosial yang mengarah ke konflik sosial yang anarkis. Kita maknai bentuk bulat kue keranjang sama halnya nasi tumpeng dengan berbagai macam sayuran bila diracik dan disatukan menjadi makanan yang enak. Artinya kebhinnekaan bukan menjadi hambatan tetapi sebagai penyemangat untuk bersatu.

Angpao adalah pemberian wajib, dan yang berhak memberikan angpao biasanya orang yang telah menikah. Mengapa ?  Karena orang telah menikah berarti telah dewasa dan  mapan secara ekonomi. Orang yg lebih tua biasanya memberikan angpao berisi uang kepada anak-anak kecil. Anda tidak perlu memberikan uang dalam jumlah besar, namun uang yang diberikan harus berupa lembaran baru umumnya bukan uang logam. Mirip dengan hari raya Idul Fitri, ketika Imlek masyarakat Tionghoa saling mengunjungi kerabat. Pada saat inilah angpao diberikan kepada anak-anak kecil. Mirip ya dengan fitrah. Ada makna yang patut dicontoh dalam tradisi ini. Orang dewasa yang lebih mapan secara ekonomi akan membantu saudaranya yang tidak mampu. Hal ini terlihat nyata dalam kehidupan sehari-hari bagaimana masyarakat Tionghoa membantu kerabatnya yang tidak mampu secara ekonomi. Menurut pengamatan saya mereka seperti dalam  peribahasa berilah saudaramu kail bukan ikan. Ada unsur pendidikan di dalamnya yaitu memberi alat untuk berusaha bukan sesuatu yang langsung dikonsumsi  dan dinikmati. Namun yang harus dicermati adalah penggunaan uang angpao yang terkumpul. Semestinya orang tua juga mendidik anak-anak kecil dalam menggunakan uang, tidak membiarkan mereka untuk konsumerime yang tidak penting. Pembuatan skala prioritas kebutuhan, membuat rencana belanja yang disesuaikan dengan keuangan yang dimilikinya serta memperkenalkan barang-barang substitusi ( pengganti ) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Anak-anak dapat mengembangkan kecerdasan matematis serta kecerdasan intrapersonal yaitu menumbuhkan kemandirian dan tanggung jawab hidup  Memang sebuah pendidikan dan latihan sederhana tapi bermakna bagi anak-anak kecil untuk kehidupannya di kemudian hari.  
“Gong Xi Fa Cai – Wan Shi Ru Yi – Shen Ti Jian Kang”
 Semoga sukses selama-lamanya & selalu dalam keadaan sehat

                                                                                                G.HARDIYANTO, SPd

Dimuat : Majalah Paduan Edisi 10/II/2012

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment