Article Detail

BERKACA DARI ANAK-ANAK: HIDUP SEBAGAI SAHABAT BAGI SEMUA ORANG

BERKACA DARI ANAK-ANAK: HIDUP SEBAGAI SAHABAT BAGI SEMUA ORANG

Perayaan natal telah berlalu. Pesta telah usai. Pesta yang tidak hanya dirasakan oleh umat Katolik dan Kristen. Seluruh masyarakat ikut merasakan bagaimana meriahnya natal dan akhir tahun lewat acara hiburan bahkan diskon di sebagian besar supermarket. Sekarang hiruk pikuk dan meriahnya natal mulai meredup tergantikan setumpuk pekerjaan dan tugas. Lalu apa yang tersisa? Apakah kita masih mengingat hikmah natal tempo hari atau justru kita sudah tenggelam pada keriuhan aktivitas harian?

Sebagai orang Kristiani kita dibimbing untuk merayakan natal tidak hanya untuk menikmati sukacita saat berkumpul dengan keluarga atau bahkan sukacita saat berburu diskon besar di supermarket. Perayaan natal hendaknya tidak berisi mengenai pesta namun juga saat untuk menilik diri lebih dalam dan mesyukuri segala berkat dan peristiwa yang boleh dialami. Terkhusus pada saat berbagai peristiwa bencana dan kesenjangan sosial semakin terasa.

Tema natal tahun 2019 “Hiduplah sebagai Sahabat bagi Semua Orang (Yohanes 15:14-15)”. Tema ini sesungguhnya memiliki makna yang mendalam dan membutuhkan usaha keras untuk mampu mewujudkannya. Siapakah sesama yang dimaksudkan? Apakah hanya keluarga, teman, saudara? Atau hanya orang difabel, tersingkir dan papa? Tidak. Semua orang yang dimaksudkan yaitu seluruh umat baik yang berbeda SARA, kaya-miskin, difabel, bahkan orang yang kita anggap sebagai musuh atau orang yang kita benci.

Fenomena “lucu” yang terjadi di kalangan orang dewasa yaitu saat seorang anak kecil bertengkar atau bermusuhan dengan temannya, orang-orang dewasa akan berusaha memberikan nasehat pada anak-anak tersebut untuk dengan tulus memaafkan dan berbaikan. Mereka diminta untuk mengasihi temannya bagaikan saudara kandung sendiri. Tidak butuh waktu lebih dari satu hari, anak-anak yang pada awalnya bermusuhan akan langsung berbaikan bahkan saling mengasihi dengan mudah seakan-akan tidak ada pertikaian dan rasa benci sebelumnya. Apakah peristiwa kasih yang terjadi pada anak-anak tergambar pula pada wajah-wajah orang dewasa?

Bagi sebagian orang mudah untuk menjadi sahabat bagi orang kaum miskin, lemah, dan tersingkir, tetapi tidak lah mudah bagi mereka untuk bersahabat dengan orang yang dibenci. Jangankan menjadi sahabat, sekedar memberi salam saat bertemu saja sudah terasa sangat berat. Sikap yang kurang terpuji juga kita tunjukkan saat orang yang kita benci terpuruk. Bahkan saat suatu bencana terjadi kita cenderung mencari kambing hitam dan menyalahkan orang-orang yang tidak kita suka.

Sebagai murid Yesus, mau kah kita mendobrak dan memukul rata semua rasa negatif tersebut?

Kutipan Lukas 6:27-29 jelas menyatakan “tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu.” Hendaknya kutipan ayat tersebut tidak hanya berhenti pada nalar dan rasa kita. Mari kita memiliki ketulusan dan kesederhanaan layaknya anak-anak. Semoga kita dapat menjadi saudara sahabat dan pembawa damai bagi siapa pun tak terkecuali pada orang yang kita benci.

 

 

Laurentia Dian Arvita
SMP Tarakanita Solo Baru

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment