Article Detail

MENYEMAI KEMBALI KARAKTER KEBANGSAAN INDONESIA

Nasion (dalam bahasa Inggris: ”nation” berarti negara). Kata nasion dapat berarti bangsa. Nasionalisme yaitu suatu paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Juga dapat diartikan kesadaran keanggotaan di suatu bangsa yang secara potensial dan aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2003). Jadi nasionalisme lebih mengarah ke semangat kebangsaan.

Dalam pidato tanggal 1 Juni 1945 di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau Dokuritzu Junbi Cosakai Ir.Soekarno menempatkan Kebangsaan Indonesia (”nasionalisme”) di nomor satu dari lima nilai yang diusulkan sebagai dasar negara Indonesia merdeka.Menurut Ir.Soekarno hanya karena kesadaran bahwa ” kita ini satu bangsa, bangsa Indonesia .” Maka keanekaragaman masyarakat yang hidup di gugusan kepulauan  katulistiwa bisa menjadi satu.

Perjuangan bangsa Indonesia mencapai titik kulminasi dengan dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno – Hatta. Pernyataan yang singkat tapi penuh makna semangat kebangsaann, “ Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekan Indonesia.” …. Hal ini membuktikan bahwa nasionalisme (semangat kebangsaan) Indonesia merupakan faktor penentu sejarah berdirinya Negara Republik Indonesia.

Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsanya. Bagaimana dengan karakter bangsa Indonesia ?  Perkembangan dewasa ini karakter bangsa Indonesia dapat dikatakan pada suatu titik kritis. Thomas Lickona  (dalam Ratna Megawangi, 2009 : Pendidikan Karakter) memperingatkan bahwa karakter suatu bangsa berada di titik kritis jika sepuluh tanda zaman ini ada:

  1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja.
  2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk.
  3. Pengaruh kelompok sebaya yang kuat dalam tindak kekerasan.
  4. Meningkatnya perilaku merusak diri, misalnya adalah penyalahgunaan narkoba, konsumsi minuman keras dan perilaku menyimpangan lainnya.
  5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
  6. Menurunnya etos kerja.
  7. Merosotnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.
  8. Rendahnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara.
  9. Membudayanya ketidakjujuran.
  10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.                                                                                                 

Berbagai media massa pernah memberitakan tanda-tanda zaman diatas sudah terjadi bangsa Indonesia. Sebagai contoh yang masih dalam ingatan yaitu ketidakjujuran calon mahasaiswa dengan menggunakan jasa joki.Fenomena itu menunjukkan membudayanya ketidakjujuran. Dalam etika berbangsa dan bernegara masyarakat diharuskan menghargai pendapat orang lain, patuh terhadap hukum, dan tidak melakukan penindasan terhadap kelompok masyarakat lain dalam kebhinekaan. Tetapi masyarakat disuguhi tayangan debat pendapat yang berakhir kericuhan di gedung wakil rakyat, kebiasaan pelanggar hukum yang tidak berani bertanggungjawab dengan alasan sakit atau berobat keluar negeri dan kekerasan yang terjadi terhadap kelompok masyarakat lainnya. Bahkan berita pada awal masuk sekolah dilanjutkan dengan perkelahian antar pelajar di beberapa tempat. Kesimpulannya bahwa,  perkembangan dewasa ini dalam realita kehidupan karakter bangsa Indonesia dapat dikatakan pada suatu titik kritis.

Menyadari kondisi terpuruk itu, banyak pihak meyakini pendidikan karakter sebagai resep jitu menuju kebangkitan bangsa untuk membangun kualitas bangsa Indonesia. Banyak pengertian tentang pendidikan antara lain suatu proses untuk membentuk pribadi anak secara utuh dalam pengetahuan, perasaan, tindakan. Karakter adalah watak, sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti. Menjadi suatu harapan pendidikan karakter merupakan suatu proses yang terus menerus dan berkembang dalam membangun sifat-sifat kejiwaan yang mencerminkan nilai-nilai kebangsaan. Nilai-nilai kebangsaan yang harus dibangun antara lain:

  1. Nilai persatuan dalam kebhinekaan sosial.
  2. Nilai kebenaran dan keadilan.
  3. Nilai perdamaian dan anti kekerasan.
  4. Nilai sopan santun.
  5. Nilai kepedulian atau solidaritas terhadap sesama.
  6. Nilai tanggungjawab dan disiplin
  7. Nilai semangat kejuangan dalam hidup.
  8. Nilai religiusitas

Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk mewujudkan nilai-nilai kebangsaan tersebut.

Keteladanan

Ada tiga lembaga sosial yang terlibat dalam pembentukan karakter bangsa yaitu lembaga keluarga, pendidikan dan masyarakat. Keluarga merupakan lembaga sosial terkecil yang pertama dan utama tempat penanaman nilai-nilai luhur, sikap, watak, kepribadian karakter  karena ikatan keluarga berlangsung sepanjang hidup. Semua nilai yang diperoleh anak-anak melaui proses komunikasi verbal dan non verbal. Dalam komunikasi verbal orang tua memberitahu anak-anak berupa larangan, kewajiban, anjuran dan nasihat. Namun transfer nilai akan lebih tertanam bila orang tua atau anggota keluarga dewasa yang lain memberikan keteladanan dalam kehidupan sebagai komuniasi non verbal. Kebiasaan-kebiasaan kecil seperti duduk yang sopan, membuang sampah pada tempatnya, tidak memotong pembicaraan orang lain dan bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua. Pemahaman keragaman yang ada dimasyarakat baik dari segi suku, ras, agama dan budaya. Perlu penanaman sikap toleransi dimulai dari lingkungan terkecil misalnya ikut serta dalam gotong royong bersih desa, saling sapa dan berkunjung dengan warga sekitar dan memberi kesempatan warga lain untuk beribadah meski berbeda agamanya. Bila secara konsisten dilakukan akan mudah ditiru oleh anak-anak, yang semula berupa kebiasaannya menjadi karakternya. Sehingga karakter bangsa akan terbentuk secara dengan sendirinya dan tetap berkembang.

Lembaga pendidikan sebagai lembaga formal dari TK sampai Perguruan Tinggi selain melakukan transfer ilmu juga menanamamkan sistem nilai, etika dan moral. Keteladanan  seorang pendidik  sangat diharapkan misalnya menghargai keragaman peserta didik baik secara fisik dan non fisik. Penggunakan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan macam kecerdasan siswa dan  menghargai hasil karya siswa sebagai wujud  menghargai diversifiksasi siswa. Kejujuran dalam proses penilaian peserta didik,  bekerja dengan gembira dan tanggungjawab serta kerelaan dalam pendampingan siswa yang mengalami hambatan belajar. Keteladanan kebangsaan oleh pendidik dapat dilakukan pada waktu upacara bendera yaitu saat menghormati bendera Merah Putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya maupun sikap saat mengikuti upacara bendera. Saat pengembangan diri melalui ekstrakurikuler pramuka, pendidik memberi keteladanan dari isi Dasa Darma Pramuka. Sedangkan melalui ekstrakurikuler olah raga, pendidik memberi keteladanan sportivitas saat bertanding tetap berjabat tangan dengan lawan meski mengalami kekalahan, kedisiplinan dan kerja sama tim. Semua itu merupakan nilai-nilai yang terlihat oleh peserta didik dari para pendidik untuk ditiru dan dilaksanakan besok dalam kehidupannya.

Lembaga terakhir yang terlibat dalam pembentukan karakter adalah  masyarakat. Di dalam masyarakat kita saling berinteraksi dan saling membutuhkan sebagai makhluk sosial. Keteladan di masyarakat dapat diawali dari hal paling sederhana sampai ke sesuatu yang kompleks. Suatu kebiasaan sederhana  misalnya menggunakan jalur jalan yang sesuai, antre saat di SPBU tidak asal serobot, bekerja sesuai dengan jam kerja ( tidak korupsi waktu ), dan laporan keuangan sesuai dengan pengeluaran ( tidak korupsi materi ).

Keteladan pemimpin-pemimpin masyarakat maupun pemerintah sangat diharapkan dalam upaya menjaga tatanan nilai-nilai kebangsaan yaitu:

  1. Mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Seperti dalam butir-butir Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila ( P4 ) atau Eka Prasetya Panca Karsa
  2. Melaksanakan UUD 1945 sebagai landasan hukum untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
  3. Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) . Terutama penghormatan terhadap simbol-simbol kenegaraan misalnya bendera Merah Putih dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
  4. Menerima semboyan bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika sebagai keniscayaan nyata dan mewujudkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pendekatan Kultural.                                                                                                        
Budaya mempunyai nilai universal bagi semua bangsa, sehingga Indonesia pun dapat menggunakan pendekatan kultural dalam menanamkan dan membangun nilai-nilai kebangsaan. Sebenarnya bangsa Indonesia sudah melakukan pendekatan kultural hanya pelaksanaannya belum konsisten dan menyeluruh. Patut untuk dicontoh negara Jepang merupakan negara maju dalam segi ekonomi dan teknologi tetapi menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya sehingga tidak kehilangan karakternya: bekerja keras ( makoto ), bertanggungjawab, santun dan menghormati orang lain. Kesenian tradisional tetap diajarkan di sekolah, tulisan slogan memberi semangat berbakti kepada nusa dan bangsa ( bushido ) dengan tulisan Jepang,  melatih dan memasyarakatkan olah raga tradisional Jepang.

Dari segi fisik penggunaan motif  batik untuk kain, lukisan gerbong kereta api dan angkutan umum serta gapura suatu kampung. Dalam konteks semiotik batik adalah ujaran ( dialek )dari bahasa berpakaian orang Indonesia, jadi sungguh sayang jika bahasa berpakaian saat ini justru direduksi bahasa pakaian global saja yang miskin identitas. Oleh karena itu kita sepatutnya sadar dan bangga bahwa dengan menggunakan batik sebagai bahasa berpakaian, maka kita sedang menggungkapkan identitas bangsa Indonesia.

Dari segi non fisik penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan akademis maupun dunia media massa ( media cetak dan media elektronik ). Berbahasa menunjukkan kepribadian diri dan kepribadian diri menunjukkan kepribadian bangsa. Kalau bukan kita yang menjaga dan membudayakan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, siapa lagi ?

Pementasan budaya di Solo seperti Solo Menari 24 Jam, Mangkunegaran Performance Art merupakan langkah yang bagus melestarikan budaya  untuk menuju karakter bangsa Indonesia. Dalam menari generasi muda dilatih kreatifitas, daya ingat, kekompakan dan keserasian yang dapat mengawali penanaman nilai persatuan dalam kebhinnekaan. Budaya Indonesia merupakan kristalisasi budaya daerah yang akhirnya menjadi identitas bangsa Indonesia. Budaya merupakan suatu proses olah budi dan olah rasa maka melalui budaya diharapkan tertanam karakter yang baik dan mantap secara individu dan bangsa.

Pendekatan Berbasis Learning Society ( Praktik Nyata dalam Kehidupan ).

Praktik pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari akan lebih membumi seiring dengan konsistensi dan kontinuitas dalam pelaksanaannya. Kalau kita menggunakan angkutan umum misalnya bis kota dan kereta api bila ada orang tua tidak mendapat kursi seharus anak muda memberikan dan mempersilahkan tempat duduk untuk dipakai. Bila kita naik atau turun lift bersama, seharusnya anak muda yang memencet tombol lift bukan orang tua demikian juga saat keluar masuk lift anak muda seharusnya mempersilahkan yang tua lebih dulu. Kedisiplinan berlalu lintas secara tertib misalnya menggunakan helm, mempunyai SIM, menyalakan lampu motor. Kedisiplinan yang berawal dari sederhana bila dipraktikkan   langsung secara nyata akan tertanam lebih mendalam dalam hati. Secara teori nilai-nilai sudah diperoleh dalam mata pelajaran di sekolah misalnya Pendidikan Kewarganegaraan atau Pendidikan Agama tetapi dengan praktik langsung dalam kehidupan dapat menjadi kebiasaan dan dari kebiasaan akhirnya menjadi karaker. Bila pendekatan ini dilakukan oleh semua lembaga pendidikan maka akan terwujud penerapan lima konsep pokok paradigma pendidikan menurut UNESCO yaitu:

1.learning to know, yaitu peserta didik mengetahui nilai-nilai dari guru sebagai fasilitator.
2.learning to do, yaitu peserta didik melakukan perbuatan dan sikap secara sadar sesuai dengan pengetahuan, afeksi dan psikomotonya
3.learning to be yaitu peserta didik menghayati dan mengembangkan nilai-nilai yang telah dimiliki menjadi suatu kebiasaan dan akhirnya menjadi karakter.
4. learning to live together, yaitu peserta didik menerapkan nilai-nilai sebagai proses pembelajaran dalam kehidupan nyata di masyarakat.
5.learning throughout life, yaitu peserta sudah dapat menyesuaikan ruang dan waktu dalam menerapkan nilai-nilai.

“ Bila menabur benih yang baik akan menuai hasil yang baik pula ”.

G.Hardiyanto,
Guru, SMP Tarakanita Solo Baru

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment